Hakikat Menulis


Pada hakikatnya menulis merupakan kegiatan berbahasa yang paling rumit. Menulis menuntut suatu keterampilan dan kemampuan tetentu. Kemampuan yang dimaksud adalah mengenai apa yang akan ditulis dan bagaimaan menuliskannya. Pengetahuan (kemampuan) pertama menurut Akhadiah (1993:1) menyangkut isi karangan, sedangkan pengetahuan (kemampuan) kedua menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan teknik penulisan. Isi karangan, aspek kebahasaan, dan teknik penulisan erat hubungannya dengan proses berpikir seseorang dalma kegiatan menulis. Oleh sebab itu, kemampuan seseorang dapat diukur dengan kegiatan menulis.
Menulis merupakan kegiatan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Kegiatan menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kegiatan proses pembelajaran yang dialami oleh pembelajar selama menuntut ilmu di sekolah. Namun, dalam menghadapi tugas menulis banyak pembelajar yang menganggapnya sebagai beban berat. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis memang memerlukan banyak tenaga, waktu, serta perhatian yang sungguh-sungguh. Disamping itu, kegiatan menulis juga menuntut keterampilan.
Berdasarkan berbagai sumber, antara lain Lamzon (1986), Parera (1988), Akhmadi (1988), Akhadiah (1993), diketahui bahwa banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan menulis. Pertama, dengan menulis seseorang dapat lebih mengenal kemampuan dan potensinya. Kedua, melalui kegiatan menulis seseorang dapat mengembangkan berbagai gagasan dan menuntut kemampuan bernalar dalam menghubungkan dan membandingkan fakta yang mungkin tidak pernah dilakukan jika tidak menulis. Ketiga, kegiatan menulis memaksa seseorang untuk lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai inormasi yang berhubungan dengan topik yang ditulis. Keempat, menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkan gagasan secara tersurat, sehingga penulis dapat memperjelas gagasan yang semula samar-samar. Kelima, melalui tulisan penulis dapat meninjau dan menilai gagasannya secara lebih konkret. Keenam, dengan menuliskan di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. Ketujuh, tugas menulis mengenai suatu topik mendorong penulis untuk belajar secara aktif. Kedelapan, dengan kegiatan menulis secara terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.
Tulisan yang baik memiliki beberapa ciri, yaitu bermakna, jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat, padat, memenuhi kaidah kebahasaan, dan komunikatif. Ciri-ciri tersebut ditanamkan kepada pembelajar di sekolah. Selain ciri-ciri tersebut, kedalam diri pembelajar perlu ditanamkan (1) kejujuran dalam tulisan, (2) bertanggung jawab atas tulisannya, dan (3) memiliki integritas dalam berbahasa.
Pembelajaran menulis merupakan kegiatan pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang aktif, produktif, kompleks, dan terpadu. Kemampuan menuli menghendaki berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa yang akan menjadi isi dalam suatu tulisan (Nurgiyantoro, 1995:294). Kegiatan pem-belajaran menulis dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan pembelajar untuk memahami dan melaksanakan cara menulis dengan baik dan benar, sesuai dengan kriteria tulisan yang baik.
2.1.1        Tujuan Pembelajaran Menulis
Tujuan pembelajaran menulis dengan pendekatan komunikatif adalah terbinanya kemamuan komunikasi atau kompetensi komunikatif melalui bahasa tulis. Kemampuan komunikasi dalah kemampuan menggunakan seluruh aspek komunikasi bahasa tulis dalam konteks komunikasi nyata. Aspek-aspek komunikasi nyata dalam bahasa tulis adalah (1) aspek gramatikal, (2) aspek kewacanaan, dan (3) aspek sosiolinguistik, dan (4) aspek strategi komunikasi (Brown & Buchman, 1990). Ada beberapa kriteria dalam kompetensi komunikatif, yaitu kegramatikalan bentukan-bentukan bahasa tulis yang digunakan, fisibilitas bahaa tulis dalam konteks, dan keberterimaan bahasa tulis itu oleh masyarakat dan partisipan (Hymes, 1987; Oka, 1991).
Seorang pembelajar dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila (1) memiliki kemampuan gramatikal yang memadai, (2) memiliki kepekaan kontekstual yang tinggi, (3) mampu memilih variasi bahasa tulis yang sesuai dengan konteks sosiokulutralnya, dan (4) dapat mengungkapkannya dalam bentuk tulisn yang konkret (Lamzon, 1986). Kompetensi komunikatif lebih dititikberatkan pada keterampilan menggunakan bahasa tulis, bukan kemampuan memahami kaidah-kaidah bahasa.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran menulis dengan PK, yaitu membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif, maka materi pembelajarannya juga harus mendukung terbinanya kompetensi komunikatif pada diri pembelajar. Materi yang mampu mendukung terbinanya kompetensi komunikatif, menurut Larsen dan Freeman (1986:136) harus diambil dari sampel bahasa tulis yang otentik. Sampel bahasa tulis yang otentik adalah sampel yang digunakan dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya. Selain itu, menurut Richards dan Rogers (1982:162), materi pembelajaran menulis seharusnya (1) menunjang tercapainya keterampilan komunikasi, (2) mengarahkan fokus pembelajaran pada penguasaan kemampuan komunikasi, bukan pada kemampuan gramatika semata, (3) mendorong aktifitas pembelajar dalam penggunaan bahasa tulis secara kreatif, dan (4) bervariasi jumlah dan jenisnya sehingga pembelajar mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa.
2.1.2        Materi Pembelajaran Menulis
Sejalan dengan tujuan pembelajaran menulis dengan PK, yaitu membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif, maka materi pembelajarannya juga harus mendukung terbinanya kompetensi komunikatif pada pembelajar. Menurut Larsen dan Freeman (1986:136) materi yang mampu mendukung terbinanya kompetensi komunikatif harus diambil dari sampel bahasa tulis yang otentik yang digunakan dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya. (Richards dan Rodgers (1982:162) mengemukakan bahwa materi pembelajaran menulis seharusnya (1) menunjang tercapainya keterampilan komunikasi, misalnya menginterprestasi, mengekspresikan, atau menegoisasikan makna; (2) mengarahkan fokus pembelajaran pada penguasaan kemampuan komunikasi, bukan hanya pada penguasaan gramatika semata, (3) mendorong aktivitas pembelajar dalam penggunaan bahasa tulis secara kreatif , dan (4) bervariasi jumlah dan jenisnya sehingga pembelajar mendapat kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa dengan aktivitas dan tugas0
tugas yang bervariasi.
Pemilihan materi pembelajaran menulis didasarkan atas analisis kebutuhan pembelajar. Yalden (1983) menyatakan bahwa analisis kebutuhan pembelajar meliputi : (1) identifikasi kebutuhan-kebutuhan komunikasi, (2) identifikasi kebutuhan-kebutuhan personal berbahasa, (3) identifikasi kebutuhan-kebutuhan motivasi berbahasa, (4) karakteristik kebahasaan pembelajar, dan (5) identifikasi tema belajar berbahasa pembelajar.
Pemilihan materi manulis yang didasarkan pada hasil analisis kebutuhan komunikasi pembelajaran tersebut dimaksudkan agar pembelajaran menulis tersebut betul-betul memberikan informasi dan pengalaman-pengalaman menulis yang diperlukan oleh pembelajar. Pembelajar menulis yang didasarkan pada kebutuhan komunikasi pembelajar diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar menulis. Sedangkan organisasi materi pembelajaran menulis didasarkan atas fungsi, teori, nosi, dan situasi, atau dapat digolongkan ke dalam silabus nosi (national syllabus), silabus fungsional (functional syllabus), dan silabus situasional (situasional syllabus).
 Silabus nosi, menurut Wilkins (1976:55), menekankan pada masalah makna yang ditentukan oleh keseluruhan situasi tempat bahasa tulis itu digunakan. Pada dasarnya sillabus nosi dalam bahasa tulis lebih menekankan pada nosi atau konsep sebagai komponen utama. Sedangkan fungsi-fungsi bahasa tulis melengkapi nosi-nosi dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, langkah awal yang dilakukan untuk menyusun silabus pembelajaran menulis adalah meramalkan bentuk-bentuk nosi yang diperlukan oleh pembelajar dalam berkomunikasi. Silabus nosi dalam pembelajaran menulis lebih ditekankan pada isi, bukan pada bentuk bahasa tulis. Sedangkan silabus fungsional dalam pembelajaran menuis lebih ditekankan pada fungsi bahasa tulis sebagai komponen utama. Nosi-nosi melengkapi fungsi-fungsi dalam bahasa tulis. Dengan demikian, pengorganisasian materi didasarkan pada kateori fungsi-fungsi bahaa tulis.
Kenis ketiga, silabus situasional. Silabus ini disusun berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai situasi komunikasi yang ditemui pembelajar dalam kehidupan nyata, yaitu situasi penggunaan bahasa tulis untuk bermasyarakat dan berudaya dalam arti yang seluas-luasnya. Organisasi pembelajaran menulis didasarkan pada situasi, bukan pada bentuk-bentuk bahasa tulis (Kitchin, 197:924).
Dalam perkembangan berikutnya muncul berbagai silabus komunikatif dalam pembelajaran menulis. Silabus ini pertama kali dipergunakan oleh Widdowson (periksa Subyakto, 1988:62-63). Dalam silabus komunikatif dibedakan dua komponen dalam menulis, yaitu penggunaan nosi-nosi yang difokuskan pada bentuk dan penggunaan bahasa secara pragmatik dalam menulis. Silabus komunikatif ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) silabus murni komunikatif, (2) sialbus tatabahasa fungsi-nosi, dan (3) silabus fleksibel (Purwo, 1987).
2.1.3        Kegiatan Pembelajaran Menulis
Kegiatan pembelajaran menulis yang menggunakan PK adalah kegiatan pembelajaran komunikatif, yaitu suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pembinaan dan pengembangan kompetensi komunikatif. Karakteristik pembelajaran yang menekankan pada kompetensi komunikatif dapat dilihat dari aktifitas yang dilakukan oleh para partisipan yang terlibat dalam interaksi pembelajaran, yaitu pengajar dan pembelajar serta interaksi yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Salah satu karakteristik aktifitas yang dilaksanakan dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan komunikatif adalah semua aktifitas dilaksanakan secara langsung untuk mengembangkan kompetensi komunikatif. Maksudnya, tidak sekadar untuk menguasai bentuk-bentuk bahasa tulis, tetapi sekaligus menguasai bentuk, makna, serta kaitannya dengan konteks di mana bentuk itu digunakan. Pembelajar dilatih menggunakan bahasa tulis melalui kegiatan komunikasi, seperti : permainan dan tugas-tugas pemecahan masalah dalam tulisan.
Aktivitas yang betul-betul komunikatif memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) ada kesenjangan informasi, (2) ada pemilihan, dan (3) ada umpan balik (feed back) (Morrow, 1981). Kesenjangan informasi muncul apabila ada pertukaran informasi antara orang yang mengetahui suatu informasi tertentu. Kemudian digambarkan bahwa apabila dua orang telah sama-sama tahu, misalnya dalam keadaan hujan lebat di suatu tempat terdapat dua/lebih orang yang berteduh kemudian di antara mereka nyeletuk “hujannya lebat, ya!” kemudian yang lain menjawab “iya”, maka peristiwa komunikasi semacam itu tidak betul-betul komunikatif, karena peristiwa komunikasi tersebut muncul bukan karena partisipan komunikasi betul-betul ingin memperoleh sesuatu dari peristiwa komunikasi (melainkan hanya basa-basi). Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang dapat dikatakan benar-benar komunikatif adalah apabila kegiatan tersebut mampu memberikan informasi dan pengalaman berbahasa yang benar-benar diperlukan oleh pembelajar.
Selain itu aktivitas yang benar-benar komunikatif memberi kesempatan kepada pembelajar untuk menggunakan bahasa tulis secara kreatif dengan jalan bebas memilih apa yang akan diungkapkan dan bagaimana pengungkapannya. Latihan-latihan yang bersifat mekanik tidak memberi kesempatan kepada pembelajar untuk melakukan pemilihan, sebab hal itu tidak termasuk aktifitas yang benar-benar komunikatif.
Komunikasi yang memiliki kriteria komunikatif dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, pembicara atau penulis dapat mengevaluasi apakah tujuannya telah tercapai atau tidak, melalui umpan balik yang diberikan oleh penerima informasi. Apabila penerima informasi tidak mendapat kesempatan untuk memberikan umpan balik atau respon, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang benar-benar komunikatif. Agar tercipta aktifitas menulis yang benar-benar komunikatif, maka pembelajaran menulis yang menggunakan PK idealnya dilaksanakan pada kelas-kelas yang jumlahnya tidak terlalu banyak dan aktifitas terpusat pada pembelajar. Pengajar bertindak sebagai fasilitator dalam proses kegiatan pembelajaran. Sebagai individu yang tahu arah pembelajaran, maka pengajar berperan sebagai pengarah dan pengkoordinasi kegiatan pembelajar. Pengajar dapat memberikan stimulus agar tercipta aktifitas komunikasi, tetapi pengajar tidak mempunyai kontrol langsung terhadap proses tersebut. Dalam aktifitas komunikasi, pengajar berperan sebagai individu yang diharapkan dapat memberikan nasihat, memantau kegiatan pembelajar, menentukan latihan, dan memberikan bimbingan dan di saat yang lain juga dapat bertindak sebagai ko-komunikator dalam kegiatan komunikasi bersama-sama dengan pembelajar (Littlewood, 1981).
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran menulis berdasarkan PK berlangsung dari dan terletak pada pembelajar. Pembelajar mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil bagian dalam kegiatan komunikasi yang bermakna dengan menggunakan bahasa target. Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebagai subjek didik, sedangkan pengajar bertindak sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan, dan pembimbing pembelajar dalam berlatih berkomunikasi secara wajar (Finocchiaro dan Brumfit, 1983:90). Dengan demikian, pembelajar menulis dengan PK dapat tercapai dengan baik dan tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat terlaksana sesuai dengan target kurikulum /GBPP.
Pembelajaran menulis yang menekankan pembinaan dan pengembangan kompetensi komunikatif memerlukan sarana penunjang pembelajaran yang mampu mendukung kompetensi komunikatif, yaitu konteks, situasi, lingkungan, dan alat-alat komunikasi yang dapat digunakan secara wajar dalam kehidupan berbahasa tulis di masyarakat (Oka, 1990:3).
2.1.4        Media Pembelajaran Menulis
Media pembelajaran menulis merupakan sarana yang dapat menunjang proses pencapaian tujuan pembelajaran. Sarana penunjang untuk membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif tersebut dapat berupa sarana tutur lisan dan sarana tutur tulis, serta elektronik, misalnya : radio, TV, telepon, telegram, OHP. Berbagai sarana penunjang ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan penggunaan bahasa tulis.
Suparman (1991) memberikan petunjuk yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tinggi-rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi berbagai pencapaian tujuan pembelajaran dapat diperiksa pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1   Kemampuan Setiap Jenis Media dalam Mempengaruhi Berbagai Macam Belajar (Suparman, 1991:162)



Macam Belajar


Jenis Media Instruksional
Belajar informasi faktual
Belajar pengenalan visual
Belajar konsep, prinsip & aturan
Belajar prosedur
Menyaji-kan keteram-pilan persepsi gerak
Mengembangkan sikap, opini, & motivasi
Gambar Diam
Gambar Hidup
Televisi
Objek Tiga Di-mensi
Rekaman Audio
Programed
Intruction
Demonstrasi
Buku Teks
Sajian Oral
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah

Sedang
Sedang

Rendah
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi

Rendah
Sedang

Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Rendah

Rendah
Sedang

Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah

Sedang
Tinggi

Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah

Rendah
Rendah

Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah

Sedang
Sedang

Sedang
Sedang
Sedang

Membaca Teks, Memahami Bacaan dan Menemukan Ide Pokok


Petunjuk:
  1. Duduklah yang nyaman. Perhatikan posisi badan, jangan membungkuk atau miring.
  2. Bacalah judul teks di bawah ini.
  3. Baca bagian awal parangraf dengan cepat untuk menemukan ide pokoknya.
  4. Baca sekali lagi dengan cermat untuk memahami isi bacaan.

KORBAN RACUN BERBAHAYA
Semakin lama semakin banyak petani yang menjadi korban pemakaian racun serangga. Kematian terjadi karena mereka menggunakan racun yang berbahaya untuk membunuh binatang, seperti belalang, ulat, nyamuk, dan tikus.. Ironisnya, racun yang mereka pakai itu berupa racun penumpas serangga yang dilarang oleh pemerintah berdasarkan Instruksi Presiden No. 3, Tahun 1986. Mereka menggunakan racun itu secara sembunyi-sembunyi.
Pada umumnya, dalam kejadian itu korban (atau saudara-saudara yang ditinggalkannya) sering dipersalahkan, karena tidak memakai pengaman ketika menyemprotkan racun itu. Ironisnya, mereka itu sudah menjadi korban, tapi dipersalahkan lagi. Kalau ditelusuri, sebenarnya bukan kesalahan pemakai obat, tetapi kesalahan penyelundup, pedagang, dan pengecer yang memasukkan dan mengedarkan racun serangga yang dilarang beredar pemerintah, seperti basudin 60 E.C, diazinon 60 E.C, elsan 60 E.C, dan thiodan 35 E.C. Jenis racun yang diperbolehkan beredar di Indonesia dan tidak berbahaya bagi manusia dimuat dalam buku Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan, terbitan Komisi Pestisida, Departemen Pertanian, 1995.
Untuk melindungi masyarakat dari keracunan pestisida, pemerintah mewajibkan setiap pengimpor pestisida memeriksakan racun yang akan diedarkanya di Indonesia ke komisi pestisida. Izin impor baru diberikan setelah terbukti bahwa jenis racun itu aman bagi manusia dan lingkungan. Untuk membantu masyarakat pemakai pestisida dari kesalahan menggunakan pestisida, diperlukan orang-orang untuk menjadi juru penerang, penyuluh pertanian, penyuluh kesehatan, sukarelawan sosial, pemimpin nonformal seperti para tokoh masyarakat dan anggota LSM peduli lingkungan yang lebih banyak untuk menyelamatkan sesama anggota masyarakat yang masih belum tahu, agar mereka hanya memakai jenis-jenis racun yang secara resmi boleh beredar di Indonesia.
Selain hal di atas, masyarakat juga dianjurkan agar selalu memakai alat pengaman, kalau sedang menyemprotkan racun serangga itu. Alat ini berupa masker penutup hidung dan mulut yang terbuat dari kain berisi penyaring. Racun itu memang pertama-tama akan dihirup oleh pemakai sendiri. Sesudah sehari dipakai, alat harus dibuang dan tidak boleh dipakai lagi. Kalau ingin menyemprotkan racun itu lagi pada hari lain, harus dipakai masker baru yang masih bersih dan masih berfungsi. Kelihatannya mahal, tapi lebih mahal lagi kalau harus pergi berobat setelah keracunan.
Penjualan racun serangga seharusnya disertai penjualan masker pengaman hidung ini. Harganya bisa dimasukkan ke dalam harga pembelian racun sebagai satu paket. Di Indonesia memang masih terasa aneh, kalau ada penjualan racun ditambahi dengan masker. Namun, di luar negeri hal semacam ini sudah biasa. Mengapa di negeri kita tidak dilakukan begitu?
Kecelakaan menghirup kabut beracun serangga itu bisa saja terjadi di kalangan ibu-ibu rumah tangga. Jika ibu rumah tangga juga bersikap meremehkan racun, mereka dapat menjadi korban seperti para petani. Pada waktu menyemprotkan racun dalam kamar tidur, misalnya, mereka tidak menggunakan pengaman hidung dan paru-paru. Memang sekali, dua kali tidak merasakan apa-apa. Namun, kalau kebiasaan itu berlangsung belasan tahun, ibu-ibu itu bisa menderita gangguan pernapasan, sering sakit kepala, dan mata kabur. (Diolah dari Intisari Juni 1997)


!    Jawablah pertanyaan di bawah ini!
1. Mengapa petani sering menjadi korban racun?
2. Bagaimana cara menggunakan racun yang aman dalam membasmi penyakit tanaman?
3. Bagaimana upaya agar para konsumen menggunakan masker penutup mulut dan hidung dalam menggunakan pestisida?
4. Mengapa masker yang pernah digunakan tidak boleh dipakai lagi?
5. Bagaimana tanda-tanda kena racun?
6. Siapa saja kelompok masyarakat yang potensial kena racun?
7. Mengapa ada beberapa jenis racun yang dilarang untuk dijual-belikan?
8. Di daerah kalian, jenis racun manakah yang sering digunakan masyarakat?
9. Untuk apakah racun itu?
10. Siapakah yang harus bertanggung jawab pada peredaran racun itu?


Baca seklai lagi teks di atas. Selanjutnya daftarlah ide pokok setiap paragraf  dalam format di bawah ini.

Ide pokok
Paragraf 1 __________________________________________________________
Paragraf 2 __________________________________________________________
Paragraf 3 __________________________________________________________
Paragraf 4 __________________________________________________________
Paragraf 5 __________________________________________________________
Paragraf 6 __________________________________________________________

Mengenal Metode Membaca Intensif

Metode PQRST menggambarkan langkah-langkah membaca artikel atau buku dengan urutan kegiatan sebagai berikut.
P (preview atau membaca sekilas), maksudnya melakukan pengamatan awal secara sekilas mengenai identitas buku dan gambaran isi secara. Preview merupakan langkah pertama sebelum membaca buku secara teliti, untuk memastikan bahwa kalian perlu atau tidak membaca buku itu, perlu membeli buku itu atau tidak, atau informasi yang kalian perlukan ada atau tidak dalam buku itu.
Q (question atau bertanya), maksudnya menyusun pertanyaan dalam hati mengenai isi buku itu dan bertanya kepada diri sendiri tentang informasi apa yang dibutuhkan dari buku itu. Pertanyaan itu gunanya untuk membimbing dalam menemukan apa yang diperlukannya.
R (read atau membaca), maksudnya setelah menyusun pertanyaan kunci, barulah seseorang membaca secara teliti artikel atau buku itu.
S (summarize atau meringkas), maksudnya setelah membaca secara teliti paragraf demi paragraf atau bab demi bab, seseorang harus berhenti sejenak untuk membuat ringkasan atau catatan-catatan penting mengenai apa yang baru dibacanya.
T (test atau menguji), maksudnya pada tahap akhir ini kalian harus menguji diri sendiri mengenai apa-apa yang sudah dibaca. Apa saja yang dibahas dalam bagian tadi? Informasi penting apa yang harus diingat? Cukup paham dan mengertikah kalian pada apa yang digambarkan dalam buku atau artikel itu?

F.  Membaca Bacaan dengan Metode PQRST

Bacalah teks berikut dengan menerapkan metode PQRST!

Anak Perlu Tahu Anggaran Keluarga

"SAYA tidak ingin anak saya tahu bagaimana saya mengatur uang keluarga," kata seorang ibu.. "Bukankah hal tersebut akan menyebabkan anak terlalu cepat dewasa sebelum saatnya?
Sementara, itu ibu lain mengatakan, bahwa anak justru perlu dididik untuk tahu dan peduli terhadap bagaimana caranya mengatur anggaran belanja dan pendapatan keluarga.
Benarkah anak tidak perlu tahu mengenai anggaran keluarga? Benarkah anak yang tahu cara mengelola keuangan keluarga akan terlalu cepat matang sebelum waktunya?
"Anak saya selalu saya tanamkan bagaimana susahnya mencari uang, dan bagaimana pula mengelola uang dengan baik," kata Dr Asip F Hadipranata, dosen F Psikologi UGM dan Kepala Bagian SDM sebuah PTS di Yogyakarta, menanggapi kasus anak dan anggaran keuangan keluarga. Menurut Pak Asip, sewaktu ia akan pergi ke Jepang untuk mengambil program doktor bidang Psikologi Konsumen, anak-anaknya minta oleh-oleh dari Jepang yang jumlahnya banyak dan amat beragam. Mencegah atau menolak secara langsung jelas tidak baik, maka Pak Asip dengan terus terang mengajak anak-anaknya untuk mendiskusikan masalah pengelolaan uang. Ia menjelaskan seberapa besar beasiswa yang diterima untuk studi di Jepang, bagaimana biaya hidup di Jepang, dana untuk beli buku, penginapan, penelitian, dan baru sedikit anggaran untuk belanja oleh-oleh yang sebenarnya bukan anggaran khusus dari penyandang donor bea siswa.
"Dengan mengajak anak-anak saya terlibat dalam diskusi pengelolaan uang, mereka dapat berpikir secara jernih dan logis, bahwa amat tidak masuk akal bila mereka minta oleh-oleh dengan jumlah yang banyak dan menghabiskan biaya banyak," ungkap Pak Asip.
Tujuan melibatkan anak dalam pengelolaan uang adalah melatih bersikap realistis pada anak. Anak akan berlatih mengendalikan dirinya, agar tidak minta sesuatu yang tidak terjangkau dengan anggaran keluarga.
Pandangan ini sesuai dengan pendapat seorang ahli penyembuhan keluarga, psikolog Albert Ellis. Psikolog yang terkenal dengan modul TRE (Terapi Rasional Emotif) ini menegaskan, bahwa masalah-masalah psikologis, baik yang sifatnya individual maupun kolektif (misalnya konflik-konflik dalam keluarga), umumnya disebabkan oleh adanya pandangan-pandangan yang tidak rasional dari individu-individu di dalamnya.
Anak, sebagai anggota keluarga yang dianggap paling yunior, sering dianggap hanya sebagai beban, dan bukan sebagai bagian yang layak diajak berpikir bersama, berlatih bertanggung jawab, dan diajak berlatih merencanakan aktivitas-aktivitas di masa mendatang.
Menurut Ellis, dengan menanamkan sikap realistis pada anak, mereka akan tumbuh dengan sikap mandiri tanpa kehilangan kontrol dirinya. Pengelolaan keuangan keluarga yang terbuka pada anak tidak menyebabkan anak tumbuh matang secara dini, dan menyebabkan anak kehilangan masa kanak-kanaknya karena terlalu "serius". Kekhawatiran akan terjadinya anak “matang dini” itu kurang mendasar.
Berkaitan dengan masalah ini, Dr Sartini Nuryoto psikolog UGM berpendapat bila orangtua terlau banyak dibelit hutang lebih baik bila masalah keuangan tidak terlalu dibesar-besarkan di depan anak. Masalahnya, menurut Dr Sartini, anak akan menilai orangtuanya tidak mampu mengelola uang dengan baik. Kecuali, anak telah cukup dewasa untuk diajak berpikir masalah keuangan keluarga. Latihan mendidik anak untuk realistis mengelola uang, dapat ditanamkan pada anak semenjak anak kenal dan mampu menggunakan uang. Misalnya, anak telah mampu jajan dengan uang sakunya. Orangtua hendaknya memberikan alternatif-alternatif yang dapat dilakukan anak terhadap uang sakunya.
Orangtua dapat dengan sederhana memberikan latihan skala prioritas penggunaan uang sakunya. Misalnya, dari uang saku harian 1000 atau 5000 rupiah, berapa bagian boleh untuk jajan, berapa bagian untuk ditabung, berapa bagian untuk latihan beramal, berapa bagian untuk penggunaan lain. Sebaiknya, jangan memberikan uang khusus untuk menabung, melainkan latihlah anak untuk menyisihkan sebagian uang sakunya untuk tabungan. Dengan demikian, anak akan terlatih berpikir, bahwa sebagian uang sakunya harus ia tabung, dan bukan minta uang khusus pada orangtua untuk keperluan tabungan.
Pada waktu anak berusia SLTP, anak dapat ditingkatkan kesadaran pengelolaan uangnya dengan melatihnya mencatat keperluan-keperluan apa saja yang ia butuhkan, berapa biaya yang mesti ia keluarkan, dan bagaimana pengelolaan keuangannya sendiri. Pelan-pelan, anak dapat dilatih untuk melihat kondisi uang keluarga, bagaimana kebutuhan keluarga, bagaimana skala prioritas keuangan, dan bagaimana pula sumber-sumber keuangan keluarga yang dapat diperoleh, Bila orangtua berhutang, maka selayaknya anak diberitahu dengan jelas, mengapa perlu berhutang, dan bagaimana pengelolaan uang hutang tersebut.
Dengan keterusterangan pengelolaan anggaran keluarga, anak-anak dapat berpikir realistis mengenai kemampuan keluarga dalam penyediaan anggaran keuangan. Bukankah banyak terjadi kasus, anak mencuri karena permintaannya tidak diluluskan orangtuanya, dan ada pula remaja yang bunuh diri karena minta motor tidak dikabulkan orang tuanya? Bila dalam keluarga ditanamkan tanggung jawab pengelolaan anggaran keuangan keluarga, niscaya kasus-kasus tersebut dapat dicegah.
(Dikutip dengan perubahan dari Kedaulatan Rakyat, Minggu  21 September 1997. hlm 8 kolom 1-5)

Mengukur Kecepatan Membaca


Kecepatan membaca dapat diukur dengan cara sebagai berikut.
Jumlah kata dalam teks dibagi waktu yang digunakan (dalam menit). Hasilnya merupakan kecepatan membaca kalian tiap menit yang disebut kpm (kata per menit).
Rumus:

Kecepatan membaca=   Jumlah Kata 
                                        Waktu Baca
Lakukan kegiatan berikut:
·          Siapkan jam atau stopwatch.
·          Catat waktu baca kalian!
·          Baca dengan cepat teks di bawah ini yang panjangnya sekitar 110 kata.

Mulai di sini …..
Berjuta-juta orang mengetahui bahwa merokok itu dipercaya merusak dan bahkan berbahaya bagi kesehatan, namun berjuta-juta orang tetap merokok—atau bahkan mulai merokok. Mengapa? Ahli dalam berbagai bidang mengatakan bahwa awal merokok, dan proses yang menjadikannya kebiasaan, adalah sangat rumit dan belum dapat dimengerti sepenuhnya. Tentu saja, hal-hal tertentu dapat ditunjukkan, seperti mengapa orang mulai merokok dan lainnya tetap merokok. Namun, hal itu bukanlah hal yang mudah. Sebagai contoh, kita tahu bahwa sebagian besar orang mulai merokok karena orang-orang di sekitarnya merokok. Tahukah kau bahwa di kelas III SMA 40 sampai 55 persen anak merokok? Pada usia 25 tahun, sekitar 60 persen pria dan 36 persen wanita merokok. Anak-anak merasa mereka tampak "dewasa" dengan merokok, dan anak lain mendesak mereka untuk merokok, dan mereka melihat orangtua mereka merokok-jadi mereka juga mulai merokok. Padahal rokok mengandung zat-zat yang membahayakan kesehatan. Sebagai contoh, nikotin mempunyai efek pada jantung dan sistem saraf. Merokok sebatang atau dua batang rokok menyebabkan peningkatan denyut jantung dan sedikit kenaikan pada tekanan darah. Pengaruh pada sistem saraf terutama adalah menenangkan dan membuat santai. Orang menyukai efek ini, atau merasa membutuhkannya, atau menjadi tergantung untuk mendapatkannya pada saat tenentu dan dalam situasi tertentu, sehingga mereka terus merokok

Berhenti di sini!

Hitung kecepatan membaca kalian. Jika kalian memerlukan waktu lebih dari satu menit untuk membaca teks itu, kalian harus segera meningkatkan kecepatam membaca kalian.

Meningkatkan Gerak Mata dan Persepsi Kata


Latihan persepsi kata 1

1.    Siapkanlah pensil kalian
2.    Duduklah pada tempat duduk Anda masing-masing dengan posisi yang nyaman.
3.    Lakukan secepat-cepatnya membaca kata kunci yang dicetak miring di belakang nomor. Segeralah temukan kata yang sama di sebelah kanannya dan coretlah.
4.    Jika telah tiba pada kata paling kanan dan ternyata kalian tidak berhasil menemukan jangan kembali ke kiri baris yang sama, tetapi langsung pindah ke baris berikutnya.
5.    Ingat: jangan kembali ke kiri lagi. Gerakkan mata secepat-cepatnya. Jika ternyata kalian keliru mencoret jangan mencoba memperbaiki. Terus saja pindah ke baris berikutnya.
6.    Latihan ini hanya dilakukan dalam waktu 30 detik dan kalian dapat menemukan kata kembarannya minimal 20 buah, karena itu cermatlah..
7.     Temukan satu kata kembarnya

1.    akuarium       akuades sanatorium akuntan akuarium
2.    alergi              alergi strategik arteri alterasi stratosfir
3.    aplikasi          apologi publikasi aplikasi sublimasi
4.    batako            beta batako batik kobota
5.    bayangan      bayangan kayangan rangsangan bayaran layangan
6.    berhala           berhati berkala berhala berhaluan bertanyai
7.    duniawi          ragawi duniawi sumawi surgawi
8.    gerhana         gerakan gaharu sahaja gerhana gerakan
9.    ikatan             ikar sikatan rakitan ikatan kaitan
10. kadaluwarsa kedaulatan keduluan kedaluwarsa keluarga
11. kandungan    undangan kerudungan kondangan kandungan
12. kekuatan        kekuasaan kekuatan kekufuran kerusuhan
13. kemampuan  perempuan kemampuan kemapanan kerawanan
14. lingkungan    tikungan lengkungan cekungan lingkungan
15. larangan        dilarang terlarang larangan langganan
16. mariajemen  manamungkin manager manajemen manikam
17. melawat         lawatan nawala melawat melarat
18. menimbang  melambangkan menimbang merambang menambang
19. optimis           otomatis optimis pesimis gerimis
20. pembangunan penguasaan pengetahuan pembangkangan pembangunan
21. pustakawan   pusakawan pustakawan perpustakaan pustaka
22. rombongan    rongsokan rongrongan rombongan rombakan
23. suzana           susanti susana suzuki suzana
24. tersirat            tertulis tertatih terserah tersirat tersurat
25. ungkapan      anggapan ungkapan unggukan angkutan


Tips
Meningkatkan Kecepatan Membaca
·          Jangan menyuarakan bunyi kata-kata yang kalian baca.
·          Jangan menggerakan bibir pada waktu membaca.
·          Jangan menggerakkan kepala dari kiri ke kanan.
·          Jangan menggunakan jari atau benda lainnya untuk menunjuk kata demi kata.
·          Jagan mengulang-ulang gerakan mata dari ujung kanan baris kembali ke kiri pada baris yang sama.
·          Jangan melafalkan kata-kata yang kalian baca, meskipun hanya dalam hati.


Latihan Persepsi Kata 2
1.    Siapkan pensil kalian
2.    Pada bagian ini setiap baris ada dua kata yang sama dengan kata kunci yang dicetak miring di belakang nomor.
3.    Baca kata kuncinya dengan cepat dan segera temukan dua kata kembarnya di kanan dengan mencoretnya.
4.    Sebelum menyelesaikan sampai 25 nomor jangan berhenti untuk mencocokkan. Teruskan sampai selesai dulu.
5.    Setelah selesai, hitung kata yang kalian temukan dengan benar. Pada latihan ini hendaknya kalian dapat menemukan 20 nomor dengan benar dalam waktu 20 detik.
6.    Temukan dua kata kembaran kata kunci!


  1. akhir                 akhir kikir akhirat kirim kiri akhir
  2. batik                 rintik batik butik bintik batik lurik
  3. besar                basar besar senar benar besar lebar
  4. bunga               bagi bunga bangga bunyi bunga bunda
  5. cakap               cakep cakap cakap cepak cecak
  6. canting              canting anting canang cantik canting
  7. jelang                jalang julang dalang elang jelang jelang
  8. jarak                 jarah jarak jera jarah jamak jeruk
  9. jenang               jenjang jenang rentang jenang tentang tangkap
  10. jawa                   jiwa jawi jawa juga jaka jawa
  11. jika                   juri jika keju jika jaka joki
  12. kilang                kalang kilang kalung kilang hilang balang bilang
  13. korban              kurang korban karung serban korban kerang
  14. kunang              karung kuning kurang kunang kurang, kunang
  15. palang               jalang pulang palang lalang bilang palang
  16. kawat                kuat kuwat kawat lewat kawat lebat
  17. mawar               mapan memar mawar nawar mawar rawan
  18. nomor               kotor nomor nomor nama norma norak
  19. prangko             pangkas prangko perang prangko koko koran
  20. rajin                  jinak janji rajin raja rajin janji
  21. ronda                janda ronda roda randu rontok ronda
  22. tumit                 tumit rumit kunyit tumit amit rawit
  23. terang               terang terong kurang terang kerang
  24. sahut                sahut takut catut sangkut sahut
  25. pertautan           persatuan pertautan pertama perurutan pertautan