Hakikat Menulis


Pada hakikatnya menulis merupakan kegiatan berbahasa yang paling rumit. Menulis menuntut suatu keterampilan dan kemampuan tetentu. Kemampuan yang dimaksud adalah mengenai apa yang akan ditulis dan bagaimaan menuliskannya. Pengetahuan (kemampuan) pertama menurut Akhadiah (1993:1) menyangkut isi karangan, sedangkan pengetahuan (kemampuan) kedua menyangkut aspek-aspek kebahasaan dan teknik penulisan. Isi karangan, aspek kebahasaan, dan teknik penulisan erat hubungannya dengan proses berpikir seseorang dalma kegiatan menulis. Oleh sebab itu, kemampuan seseorang dapat diukur dengan kegiatan menulis.
Menulis merupakan kegiatan keterampilan berbahasa yang bersifat produktif. Kegiatan menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari seluruh kegiatan proses pembelajaran yang dialami oleh pembelajar selama menuntut ilmu di sekolah. Namun, dalam menghadapi tugas menulis banyak pembelajar yang menganggapnya sebagai beban berat. Anggapan tersebut timbul karena kegiatan menulis memang memerlukan banyak tenaga, waktu, serta perhatian yang sungguh-sungguh. Disamping itu, kegiatan menulis juga menuntut keterampilan.
Berdasarkan berbagai sumber, antara lain Lamzon (1986), Parera (1988), Akhmadi (1988), Akhadiah (1993), diketahui bahwa banyak keuntungan yang dapat diperoleh dari pelaksanaan kegiatan menulis. Pertama, dengan menulis seseorang dapat lebih mengenal kemampuan dan potensinya. Kedua, melalui kegiatan menulis seseorang dapat mengembangkan berbagai gagasan dan menuntut kemampuan bernalar dalam menghubungkan dan membandingkan fakta yang mungkin tidak pernah dilakukan jika tidak menulis. Ketiga, kegiatan menulis memaksa seseorang untuk lebih banyak menyerap, mencari, dan menguasai inormasi yang berhubungan dengan topik yang ditulis. Keempat, menulis berarti mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkan gagasan secara tersurat, sehingga penulis dapat memperjelas gagasan yang semula samar-samar. Kelima, melalui tulisan penulis dapat meninjau dan menilai gagasannya secara lebih konkret. Keenam, dengan menuliskan di atas kertas, penulis akan lebih mudah memecahkan permasalahan, yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang lebih kongkret. Ketujuh, tugas menulis mengenai suatu topik mendorong penulis untuk belajar secara aktif. Kedelapan, dengan kegiatan menulis secara terencana akan membiasakan penulis berpikir serta berbahasa secara tertib.
Tulisan yang baik memiliki beberapa ciri, yaitu bermakna, jelas/lugas, merupakan kesatuan yang bulat, singkat, padat, memenuhi kaidah kebahasaan, dan komunikatif. Ciri-ciri tersebut ditanamkan kepada pembelajar di sekolah. Selain ciri-ciri tersebut, kedalam diri pembelajar perlu ditanamkan (1) kejujuran dalam tulisan, (2) bertanggung jawab atas tulisannya, dan (3) memiliki integritas dalam berbahasa.
Pembelajaran menulis merupakan kegiatan pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari pembelajaran keterampilan berbahasa yang lain, yaitu menyimak, berbicara, dan membaca. Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang aktif, produktif, kompleks, dan terpadu. Kemampuan menuli menghendaki berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa yang akan menjadi isi dalam suatu tulisan (Nurgiyantoro, 1995:294). Kegiatan pem-belajaran menulis dapat memupuk dan mengembangkan kemampuan pembelajar untuk memahami dan melaksanakan cara menulis dengan baik dan benar, sesuai dengan kriteria tulisan yang baik.
2.1.1        Tujuan Pembelajaran Menulis
Tujuan pembelajaran menulis dengan pendekatan komunikatif adalah terbinanya kemamuan komunikasi atau kompetensi komunikatif melalui bahasa tulis. Kemampuan komunikasi dalah kemampuan menggunakan seluruh aspek komunikasi bahasa tulis dalam konteks komunikasi nyata. Aspek-aspek komunikasi nyata dalam bahasa tulis adalah (1) aspek gramatikal, (2) aspek kewacanaan, dan (3) aspek sosiolinguistik, dan (4) aspek strategi komunikasi (Brown & Buchman, 1990). Ada beberapa kriteria dalam kompetensi komunikatif, yaitu kegramatikalan bentukan-bentukan bahasa tulis yang digunakan, fisibilitas bahaa tulis dalam konteks, dan keberterimaan bahasa tulis itu oleh masyarakat dan partisipan (Hymes, 1987; Oka, 1991).
Seorang pembelajar dapat dikatakan memiliki kompetensi komunikatif apabila (1) memiliki kemampuan gramatikal yang memadai, (2) memiliki kepekaan kontekstual yang tinggi, (3) mampu memilih variasi bahasa tulis yang sesuai dengan konteks sosiokulutralnya, dan (4) dapat mengungkapkannya dalam bentuk tulisn yang konkret (Lamzon, 1986). Kompetensi komunikatif lebih dititikberatkan pada keterampilan menggunakan bahasa tulis, bukan kemampuan memahami kaidah-kaidah bahasa.
Sejalan dengan tujuan pembelajaran menulis dengan PK, yaitu membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif, maka materi pembelajarannya juga harus mendukung terbinanya kompetensi komunikatif pada diri pembelajar. Materi yang mampu mendukung terbinanya kompetensi komunikatif, menurut Larsen dan Freeman (1986:136) harus diambil dari sampel bahasa tulis yang otentik. Sampel bahasa tulis yang otentik adalah sampel yang digunakan dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya. Selain itu, menurut Richards dan Rogers (1982:162), materi pembelajaran menulis seharusnya (1) menunjang tercapainya keterampilan komunikasi, (2) mengarahkan fokus pembelajaran pada penguasaan kemampuan komunikasi, bukan pada kemampuan gramatika semata, (3) mendorong aktifitas pembelajar dalam penggunaan bahasa tulis secara kreatif, dan (4) bervariasi jumlah dan jenisnya sehingga pembelajar mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa.
2.1.2        Materi Pembelajaran Menulis
Sejalan dengan tujuan pembelajaran menulis dengan PK, yaitu membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif, maka materi pembelajarannya juga harus mendukung terbinanya kompetensi komunikatif pada pembelajar. Menurut Larsen dan Freeman (1986:136) materi yang mampu mendukung terbinanya kompetensi komunikatif harus diambil dari sampel bahasa tulis yang otentik yang digunakan dalam konteks komunikasi yang sesungguhnya. (Richards dan Rodgers (1982:162) mengemukakan bahwa materi pembelajaran menulis seharusnya (1) menunjang tercapainya keterampilan komunikasi, misalnya menginterprestasi, mengekspresikan, atau menegoisasikan makna; (2) mengarahkan fokus pembelajaran pada penguasaan kemampuan komunikasi, bukan hanya pada penguasaan gramatika semata, (3) mendorong aktivitas pembelajar dalam penggunaan bahasa tulis secara kreatif , dan (4) bervariasi jumlah dan jenisnya sehingga pembelajar mendapat kesempatan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa dengan aktivitas dan tugas0
tugas yang bervariasi.
Pemilihan materi pembelajaran menulis didasarkan atas analisis kebutuhan pembelajar. Yalden (1983) menyatakan bahwa analisis kebutuhan pembelajar meliputi : (1) identifikasi kebutuhan-kebutuhan komunikasi, (2) identifikasi kebutuhan-kebutuhan personal berbahasa, (3) identifikasi kebutuhan-kebutuhan motivasi berbahasa, (4) karakteristik kebahasaan pembelajar, dan (5) identifikasi tema belajar berbahasa pembelajar.
Pemilihan materi manulis yang didasarkan pada hasil analisis kebutuhan komunikasi pembelajaran tersebut dimaksudkan agar pembelajaran menulis tersebut betul-betul memberikan informasi dan pengalaman-pengalaman menulis yang diperlukan oleh pembelajar. Pembelajar menulis yang didasarkan pada kebutuhan komunikasi pembelajar diharapkan mampu meningkatkan motivasi belajar menulis. Sedangkan organisasi materi pembelajaran menulis didasarkan atas fungsi, teori, nosi, dan situasi, atau dapat digolongkan ke dalam silabus nosi (national syllabus), silabus fungsional (functional syllabus), dan silabus situasional (situasional syllabus).
 Silabus nosi, menurut Wilkins (1976:55), menekankan pada masalah makna yang ditentukan oleh keseluruhan situasi tempat bahasa tulis itu digunakan. Pada dasarnya sillabus nosi dalam bahasa tulis lebih menekankan pada nosi atau konsep sebagai komponen utama. Sedangkan fungsi-fungsi bahasa tulis melengkapi nosi-nosi dalam bahasa tulis. Oleh karena itu, langkah awal yang dilakukan untuk menyusun silabus pembelajaran menulis adalah meramalkan bentuk-bentuk nosi yang diperlukan oleh pembelajar dalam berkomunikasi. Silabus nosi dalam pembelajaran menulis lebih ditekankan pada isi, bukan pada bentuk bahasa tulis. Sedangkan silabus fungsional dalam pembelajaran menuis lebih ditekankan pada fungsi bahasa tulis sebagai komponen utama. Nosi-nosi melengkapi fungsi-fungsi dalam bahasa tulis. Dengan demikian, pengorganisasian materi didasarkan pada kateori fungsi-fungsi bahaa tulis.
Kenis ketiga, silabus situasional. Silabus ini disusun berdasarkan hasil kajian terhadap berbagai situasi komunikasi yang ditemui pembelajar dalam kehidupan nyata, yaitu situasi penggunaan bahasa tulis untuk bermasyarakat dan berudaya dalam arti yang seluas-luasnya. Organisasi pembelajaran menulis didasarkan pada situasi, bukan pada bentuk-bentuk bahasa tulis (Kitchin, 197:924).
Dalam perkembangan berikutnya muncul berbagai silabus komunikatif dalam pembelajaran menulis. Silabus ini pertama kali dipergunakan oleh Widdowson (periksa Subyakto, 1988:62-63). Dalam silabus komunikatif dibedakan dua komponen dalam menulis, yaitu penggunaan nosi-nosi yang difokuskan pada bentuk dan penggunaan bahasa secara pragmatik dalam menulis. Silabus komunikatif ini dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu (1) silabus murni komunikatif, (2) sialbus tatabahasa fungsi-nosi, dan (3) silabus fleksibel (Purwo, 1987).
2.1.3        Kegiatan Pembelajaran Menulis
Kegiatan pembelajaran menulis yang menggunakan PK adalah kegiatan pembelajaran komunikatif, yaitu suatu kegiatan pembelajaran yang menekankan pembinaan dan pengembangan kompetensi komunikatif. Karakteristik pembelajaran yang menekankan pada kompetensi komunikatif dapat dilihat dari aktifitas yang dilakukan oleh para partisipan yang terlibat dalam interaksi pembelajaran, yaitu pengajar dan pembelajar serta interaksi yang dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran.
Salah satu karakteristik aktifitas yang dilaksanakan dalam pembelajaran menulis dengan pendekatan komunikatif adalah semua aktifitas dilaksanakan secara langsung untuk mengembangkan kompetensi komunikatif. Maksudnya, tidak sekadar untuk menguasai bentuk-bentuk bahasa tulis, tetapi sekaligus menguasai bentuk, makna, serta kaitannya dengan konteks di mana bentuk itu digunakan. Pembelajar dilatih menggunakan bahasa tulis melalui kegiatan komunikasi, seperti : permainan dan tugas-tugas pemecahan masalah dalam tulisan.
Aktivitas yang betul-betul komunikatif memenuhi tiga kriteria, yaitu : (1) ada kesenjangan informasi, (2) ada pemilihan, dan (3) ada umpan balik (feed back) (Morrow, 1981). Kesenjangan informasi muncul apabila ada pertukaran informasi antara orang yang mengetahui suatu informasi tertentu. Kemudian digambarkan bahwa apabila dua orang telah sama-sama tahu, misalnya dalam keadaan hujan lebat di suatu tempat terdapat dua/lebih orang yang berteduh kemudian di antara mereka nyeletuk “hujannya lebat, ya!” kemudian yang lain menjawab “iya”, maka peristiwa komunikasi semacam itu tidak betul-betul komunikatif, karena peristiwa komunikasi tersebut muncul bukan karena partisipan komunikasi betul-betul ingin memperoleh sesuatu dari peristiwa komunikasi (melainkan hanya basa-basi). Dengan demikian, kegiatan pembelajaran yang dapat dikatakan benar-benar komunikatif adalah apabila kegiatan tersebut mampu memberikan informasi dan pengalaman berbahasa yang benar-benar diperlukan oleh pembelajar.
Selain itu aktivitas yang benar-benar komunikatif memberi kesempatan kepada pembelajar untuk menggunakan bahasa tulis secara kreatif dengan jalan bebas memilih apa yang akan diungkapkan dan bagaimana pengungkapannya. Latihan-latihan yang bersifat mekanik tidak memberi kesempatan kepada pembelajar untuk melakukan pemilihan, sebab hal itu tidak termasuk aktifitas yang benar-benar komunikatif.
Komunikasi yang memiliki kriteria komunikatif dilaksanakan untuk mencapai tujuan tertentu. Oleh sebab itu, pembicara atau penulis dapat mengevaluasi apakah tujuannya telah tercapai atau tidak, melalui umpan balik yang diberikan oleh penerima informasi. Apabila penerima informasi tidak mendapat kesempatan untuk memberikan umpan balik atau respon, maka kegiatan komunikasi tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang benar-benar komunikatif. Agar tercipta aktifitas menulis yang benar-benar komunikatif, maka pembelajaran menulis yang menggunakan PK idealnya dilaksanakan pada kelas-kelas yang jumlahnya tidak terlalu banyak dan aktifitas terpusat pada pembelajar. Pengajar bertindak sebagai fasilitator dalam proses kegiatan pembelajaran. Sebagai individu yang tahu arah pembelajaran, maka pengajar berperan sebagai pengarah dan pengkoordinasi kegiatan pembelajar. Pengajar dapat memberikan stimulus agar tercipta aktifitas komunikasi, tetapi pengajar tidak mempunyai kontrol langsung terhadap proses tersebut. Dalam aktifitas komunikasi, pengajar berperan sebagai individu yang diharapkan dapat memberikan nasihat, memantau kegiatan pembelajar, menentukan latihan, dan memberikan bimbingan dan di saat yang lain juga dapat bertindak sebagai ko-komunikator dalam kegiatan komunikasi bersama-sama dengan pembelajar (Littlewood, 1981).
Pada dasarnya kegiatan pembelajaran menulis berdasarkan PK berlangsung dari dan terletak pada pembelajar. Pembelajar mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk mengambil bagian dalam kegiatan komunikasi yang bermakna dengan menggunakan bahasa target. Dalam proses pembelajaran, pembelajar sebagai subjek didik, sedangkan pengajar bertindak sebagai penyuluh, penganalisis kebutuhan, dan pembimbing pembelajar dalam berlatih berkomunikasi secara wajar (Finocchiaro dan Brumfit, 1983:90). Dengan demikian, pembelajar menulis dengan PK dapat tercapai dengan baik dan tujuan pembelajaran yang diinginkan dapat terlaksana sesuai dengan target kurikulum /GBPP.
Pembelajaran menulis yang menekankan pembinaan dan pengembangan kompetensi komunikatif memerlukan sarana penunjang pembelajaran yang mampu mendukung kompetensi komunikatif, yaitu konteks, situasi, lingkungan, dan alat-alat komunikasi yang dapat digunakan secara wajar dalam kehidupan berbahasa tulis di masyarakat (Oka, 1990:3).
2.1.4        Media Pembelajaran Menulis
Media pembelajaran menulis merupakan sarana yang dapat menunjang proses pencapaian tujuan pembelajaran. Sarana penunjang untuk membina dan mengembangkan kompetensi komunikatif tersebut dapat berupa sarana tutur lisan dan sarana tutur tulis, serta elektronik, misalnya : radio, TV, telepon, telegram, OHP. Berbagai sarana penunjang ini dapat digunakan untuk mengoptimalkan penggunaan bahasa tulis.
Suparman (1991) memberikan petunjuk yang dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam memilih media yang sesuai dengan tujuan pembelajaran. Tinggi-rendahnya kemampuan setiap jenis media bagi berbagai pencapaian tujuan pembelajaran dapat diperiksa pada Tabel 2.1 berikut :
Tabel 2.1   Kemampuan Setiap Jenis Media dalam Mempengaruhi Berbagai Macam Belajar (Suparman, 1991:162)



Macam Belajar


Jenis Media Instruksional
Belajar informasi faktual
Belajar pengenalan visual
Belajar konsep, prinsip & aturan
Belajar prosedur
Menyaji-kan keteram-pilan persepsi gerak
Mengembangkan sikap, opini, & motivasi
Gambar Diam
Gambar Hidup
Televisi
Objek Tiga Di-mensi
Rekaman Audio
Programed
Intruction
Demonstrasi
Buku Teks
Sajian Oral
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah

Sedang
Sedang

Rendah
Sedang
Sedang
Tinggi
Tinggi
Sedang
Tinggi

Rendah
Sedang

Sedang
Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Tinggi
Rendah

Rendah
Sedang

Rendah
Sedang
Sedang
Sedang
Tinggi
Sedang
Rendah

Sedang
Tinggi

Tinggi
Sedang
Sedang
Rendah
Sedang
Rendah
Rendah

Rendah
Rendah

Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Sedang
Sedang
Rendah

Sedang
Sedang

Sedang
Sedang
Sedang

Leave a Reply